Kamis, 25 September 2008

Akhwat kena “kutukan” Cinta?!

Cerita ini sengaja tdk mencantumkan nama asli dr pelakon tp sy bnr2 mohon masukannya, coz merekapun meminta masukan, tp sayanganya sy rada bingung ngejawabnya…

KASUS 1
Sebut saja namanya Sisi. Suatu hari Sisi kebingungan mencari orang untuk diwawancarainya, biasa tugas kuliah. Syaratnya interviewee sederhana, hanya lulusan SMU, namun karena dia terhitung baru berada di kota itu, maka dia pun kebingungan mencara “korban” yg akan diwawancarainya. Akhirnya dg kebaikan hati tmnnya diperkenalkannya dy dg adik tmnnya itu. Singkat kata mereka berkenalan, via telepon. Sisi yg merasa sdg ngobrol (menanyakan identitas) anak SMU merasa aman-aman saja. Lupalah dia akan hijab yg harusnya dia pertahankan, meskipun Cuma dg anak SMU. Dia pikir Cuma sama anak SMU ini. Keramahannya tidak akan berefek apa2.
Kasian Sisi, krn saat hari H pertemuan dg anak SMU itu tnyata si Anak SMU adalah laki-laki yg berumur 12thn lbh tua drnya. OH NO!!!!
Tapi pikirannya juga tdk tll meleset krn laki-laki itu memang spt anak lulusan SMU yg berumur 12thn lbh tua drnya... (childish Abish!)
Dah kesialan itu pun di mulai... laki2 itu menghubunginya dg berbagai alasan yg tdk jelas dan terkadang kurang syar’i. Akhirnya si Sisi dg dongkolnya menegaskan batasan hubungan antara pria-wanita yg entah mengapa kurang dipahami oleh laki-laki itu (meskipun dia pernah memintanya menonton acara ceramah di TV dan mengaku pernah ikutan Nasyid). Sisi meminta maaf jika kriteria imam yg diinginkannya pun kurang sesuai dg pribadi laki-laki itu. Setelah ketegasan itu si laki2 sempat menghilang. Dan entah ada angin ribut apa, Ramadhan ini dy dtng lagi dg berbagai polah tingkah kekanak-kanakannya. Si Sisi jd bingung? Apakah laki-laki itu jwban munajahnya pada Allah selama ini? Dl dia dia merasa YAKIN bukan pria itu, ”Tp knp laki-laki itu nongol terus?”, tanyanya. ”Sekarang aku jd gamang. Apa dy laki-laki itu? Tapi masa sih? Aduh... dia kan bukan tipe aku bgt... Gimana donk?”.
Sayangnya saya ga bisa kasih komentar apa2. 1 yg pasti, saya merasakan betapa menderitanya berada di posisi spt itu... Kasian Sisi. Yg tabahkanlah hatimu,Nak...
KASUS 2
Lain cerita dg Maya. Dia bersahabat dekat dengan tmn kecilnya yg laki-laki. Kadang dia maen ke rmh tmnnya itu, dia lumayan akrab dg keluarga tmnnya, begitu akunya. Skrg dia sudah berjilbab, berusaha menjadi muslimah sholehah, alasannya dalam merubah penampilan. Dia bertekad akan menjaga hijabnya. Tapi sahabat dan keluarga sahabatnya itu memberikan ”sinyal2” menyesatkan. Sampai akhirnya berkatalah sahabatnya itu pada Maya, jika dia suka dan akan menikahinya ketika dia lulus kuliah, itu pesannya sebelum berangkat kuliah ke luar negri.
Maya jd bingung... lama ditinggal pergi sahabatnya itu dia merasa bahwa sudah saatnya dia menikah. ”Mo ikhtiar Bertaaruf, mba.” Ucapnya. ”Tapi bgmn y mba? Apa berta’aruf dg org lain sama saja dg menghindari sahabatku itu? Terus terang aku nyaman dg keluarganya, baik-baik. Tapi perasaanku ke sahabatku itu biasa aja. Dan sptnya tujuan kami menikahpun ada sedikit perbedaan krn aku berbeda pandangan dgnya. Dia ga tll suka melihat keaktifanku mengikuti aktivitas dakwah yg berbeda dengannya. Takutnya aku ga satu fikroh sama dy mba. Mn lg kl nunggu dy jg, blm tentu dy jodoh aku kan? Pdhl aku berencana menyegerakan nikah. Gmn ya?”
Entahlah... mslh spt ini emang bnr2 susah buat difeedbackin, secara saya juga blm berkeluarga. Saya saranin aja buat istikharohin sahabatnya itu. Adapaun kptsan akan mnunggu atau tidak itu saya serahkan ke dia. Bnr ga sih saran saya???!!!

Sebenernya msh bnyk mslh yg saya temuin, tapi kl harus ditulis males juga, He. Coz bnyk bgt. Tapi tnyata masalah yg dialamin perempuan berjilbab g jauh beda ma perempuan ”biasa”... mungkin malah dirasa lebih menyulitkan...
Oh ya, omong2 mslh ini, banyak loh tmn2 perempuan mo yg ”berjilbab” ato yg ”blm bjilbab” yg sebenernya mereka dah siap buat nikah, tapi bingung dg background mslh yg bervariasi, suka ma ikhwan tp gatau hrs ngapain, dah disuruh nikah dan ada keinginan nikah tapi gatau ma siapa mo taaruf juga segan (krn merasa blm ”berjilbab”) n segudang latar belakang masalah yg lain. Bbrp tmn malah minta dikenalin dg ikhwan ke saya (yg ini sy gatau knp. Apa sy ada muka2 makcomblang gt? Tapi kl liat dr omongannga mereka serius loh. Seorang akhwat pernah ngutarain pertanyaan ke pak Fauzim Adhim di slh 1 bukunya; ”Apa yg menghalangi ikhwan2 itu meminang seorang akhwat? Mengapa ikhwan bnyk yg egois, hnya memikirkan dirinya sendiri? Sesungguhnya bnyk akhwat yg siap”. Tuh kan! sama kan dg bbrp kasus yg saya temuin... hayo para ikhwan, jawab! :P hahaha... bcanda!

1 komentar:

fikrihabibi mengatakan...

Assalamu 'alikum...
Saya mencoba untuk memberikan pandangan mengenai 2 kasus diatas,mungkin pandangan saya ga sebagus para penasehat ahli, afwan..

Untuk kasus 1 saya belum mengetahui kriteria dari Sisi(kalo boleh tau apa kriteria yag diharapkan dan juga apa kriteria yang tidak disukai dari yang childist itu selain kekanak-kanakan?!), apakah kriteria itu urgent atau tidak dalam menentukan pilihan menurut AGAMA. Ketika kriteria itu urgent menurut pandangan AGAMA maka berpegang teguhlah pada kriteria itu. namun ketika kriteria itu muncul dari obsesi pribadi, maka kriteria itu harus ditinjau ulang..
Setelah terpetakan kriteria itu, lalu lakukan istikharah dengan benar-benar mengharapkan petunjuk dan serahkan keputusan seluruhnya kepada Allah SWT. Boleh jadi pandangan kita terhadap sesuatu itu baik tetapi dalam pandangan Allah SWT justru sebaliknya, dan boleh jadi menurut kita tidak baik tapi menurut Allah SWT adalah baik.. Wallahu 'Alam Bishawab..

Untuk kasus 2 saya punya pendapat bahwa tujuan menikah harus dilandasi oleh kesamaan fikroh dan kalaupun tidak sama dalam hal fikroh minimal dia tidak akan menghalangi/syukur-syukur mendukung dalam aktifitas dakwah yang diemban. Kenyataan dilapangan banyak dari para akhwat ketika sebelum menikah dia sangat aktif dalam aktifitas dakwah yang dilakukan dikampus, namun setelah menikah dia terganjal keaktifannya oeh suami yang sangat mendukung aktifitas dakwah dia malah dia sangat mengeluhkan dengan kondisi ruhiah yang tidak terjaga konsistensinya seperti ketika sebelum menikah, tidak bisa lagi menghadiri pengajian pekanan. Padahal ketika sebelum menikah dia terkenal dengan keaktifan..
jadi menurut saya kesepahaman fikroh perlu diperhatikan dalam menentukan pilihan, karena itu akan menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam membangun generasi yang diharapkan yaitu generasi robbani.. Wallahu 'Alam Bishawab..
Afwan sebenarnya saya tidak pantas untuk memberikan pandangan seperti itu karena saya sendiri masih dalam tahap belajar.. Mudah-mudahan ini memberikan manfaat minimal bagi saya pribadi. amin..